Senin, 14 Februari 2011

METALIK KIBARKAN BENDERA DI PUNCAK ABONG-ABONG



TAKENGON - Setelah menempuh perjalanan selama 16 hari, tim Ekspedisi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (Metalik) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) mencapai puncak tertinggi gunung Abong-Abong, Kecamatan Jagong Jeget, Kabupaten Aceh Tengah.  Tim pencinta alam itu dapat menancapkan bendera Metalik di Puncak Gunung Abong-Abong pada ketinggian 2.961 meter dari permukaan laut (dpl) pada Sabtu (23/1), sekitar pukul 12.30 WIB. 
Ketua Tim Ekspedisi, Miswar alias Ambon, Minggu (24/1) mengatakan, keberhasilan mencapai puncak Abong-Abong merupakan prestasi yang didambakan para pecinta alam ini. Sejak tahun 1997, tim Metalik Unsyiah telah lima kali mencoba mencapai puncak Abong-Abong yang sering disebut Puncak P 127.
Pada puncak Abong-Abong itu, terdapat sebuah tugu dari beton yang dibangun kolonial Belanda, dan terdapat tulisan P 127, sehingga disebut Puncak P 127. “Kami telah mencoba mendaki dari berbagai rute untuk mencapai puncak P 127, namun baru sekarng berhasil,” ujar Miswar. Pada ekspedisi sebelumnya, kata Miswar, tim selalu gagal akibat faktor logistik yang tidak mencukupi, selain kesulitan medan yang ditempuh. Tim ekspedisi kali ini beranggotakan 10 orang telah melakukan persiapan matang selama tiga bulan sebelum keberangkatan. Selain melakukan persiapan fisik, tim juga menyiapkan logistik dalam jumlah yang cukup banyak. Tim mulai melakukan perjalanan pada 7 Januari dan mencapai Puncak P 127 23 Januari 2010, pukul 12.30 WIB.
Keberhasilan ekspedisi kali ini juga disebabkan banyaknya dukungan dari berbagai pihak, di antaranya Dekan Fakultas Ekonomi Unsyiah, Prof Dr Radja Masbar MSc, Pemkab Aceh Tengah, dan masyarakat sekitar yang berada di kawasan kaki gunung Abong-Abong.  Radja Masbar sendiri memberikan apresiasi yang cukup poasitif, dengan keberhasilan tim Metalik mencapai puncak Abong-abong. Menurutnya, apa pun kegiatan mahasiswa yang bersifat positif, harus didukung semaksimal mungkin.


Kamis, 03 Februari 2011

Marijuana di Lamteuba (Aceh Besar)

(Secuil Potret Operasi Antic Rencong III)

Lamteuba adalah nama sebuah desa yang terletak di lereng kaki Gunung Seulawah, dengan kecamatan Seulimum, Aceh Besar. Memiliki jarak tempuh 2 jam perjalanan dari kota Banda Aceh dengan arah lintas Krueng Raya atau arah tempuh lainnya dari Seulimum Aceh Besar.
Menuju Lamteuba harus melalui jalan hitam beraspal licin hinga pada akhirnya akan berujung pada jalan tanah berkerikil. Desa Lamteuba terlatak dibagian pelosok yang jauh dari perkotaan dengan masyarakatnya yang masih awam jauh dari pendidikan dan dengan ekonomi yang masih rendah. Desa ini juga merupakan desa terakhir yang berbatas langsung dengan Gunung Seulawah, dan alamnya merupakan perbukitan. Hingga tak ayal jadinya kalau daerah tersebut mempunyai tanah yang subur yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa.
Tapi sangat disayangkan adanya salah kaprah dalam pemamfaatan tanah yang subur tersebut dan wilayah yang berada jauh dari keramaian merupakan kondisi yang mendukung oleh pihak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk dijadikan lahan investasi yang ditatami dengan tanaman Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica). Hutan yang memiliki pepohonan yang tumbuh dengan lebat sengaja ditebang untuk dijadikan lahan tanaman haram tersebut yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Bahkan oknum-oknum tersebut tidak ada kata jeranya untuk berhenti menanam Ganja. Fakta ini dilihat dari tiga kalinya pihak berwajib menggelar Operasi Pemusnahan Lahan Ganja atau disebut denngan Operasi Antik Rencong.
Pada operasi antik rencong I dan II yang hanya beranggotakan murni dari Polri, menurut keterangan juga dijumpai banyak lahan Ganja yang terdapat di kawasan perbukitan Lamteuba. Bahkan hingga digelarnya Operasi Antik Rencong III pada tanggal 29 November- 19 Desember 2010 yang mengikutsertakan warga sipil (Warga sekitar, Mahasiswa dan Pegawai Bea Cukai Aceh) masih juga ditemui banyak lahan ganja di daerah tersebut.
Dalam Operasi Antik Rencong III ini ditemui sebanyak tujuh lahan ganja yang luas rata-ratanya hamper 2 hektar lebih, berikut dengan tanaman Ganja yang hamper siap panen, bahkan beberapa diantaranya telah di panen. Pada saat tanaman ini dijumpai dilapangan maka pihak berwenang yang terlibat dalam opesasi tersebut melakukan pemusnahan terhadap tanaman tersebut dengan setelah mencabut dan membakarnya dalam kobaran api.
Menyingkapi hal tersebut membuat kita berpikir siapakah dalang dibalik semua ini??. Namun pada intinya tidak hanya mencari siapa yang berada di belakang di belik semua ini, melainkan harus ditinjau juga dari segi perekonomian masyarakat sekitar wilayah tersebut yang masih minim. Maka dengan ini dibutuhkan sosialisasi dan perhatian yang lebih dari pemerintah sendiri guna membangun perekonomian masyarakat disana agar beberapa oknum yang terlibat menemukan pekerjaan baru dan tidak lagi berulah dengan menanam Ganja.